Senin, 10 Agustus 2009

Sajak Ibu Pertiwi

Sujudku dalam keheningan yang mencium bulu kudukku,
adalah aku yang semakin bernafsu untuk memelukmu Tuhanku,
Adalah anak panah yang melesat dalam balutan cahaya bulan,
menjadi suara-suara cinta yang menghujam kalbu-Mu perlahan.
Aku ada di dunia adalah kehendak-Mu,
yang mencuri-curi kebesaran asma-Mu untuk ku jejakkan dalam tanah Indonesia-Ku.
Oh, negeriku yang hasil peras keringat jutaan pahlawan,
memupuk kebodohan menjadi subur makmur tanpa penyesalan.

Sujudku dalam keheningan malam yang menyergap,
merapalkan sajak-sajak doa kian lama kian lenyap.
Doa adalah burung-burung cahaya yang kuterbangkan ke hadirat-Mu
Doa adalah anak-anak panah cinta yang kuarahkan ke dalam kalbu-Mu
Doa adalah suara-suara ajaib tali jiwa yang kupetik setiap waktu
Doa adalah bianglala yang menghubungkan keaibanku dengan kegaiban-Mu
Entah suara siapa itu.

Kemudian terlahir dari rahim Ibu,
bayi-bayi yang merengek minta tetek susu
Tumbuh menjadi kanak-kanak yang lucu,
bermain dengan mobil-mobilan tanah yang penuh haru
Tumbuh menjadi tampan jelita mengharumkan nafas-nafas keluarga.
Tumbuh menjadi dewasa dengan pendidikan tinggi setingkat tiang Negara.
Tumbuh menjadi koruptor,
bajingan yang menyelusup diantara buku-buku kantor.

Kelahiran di negeriku adalah hampa,
menambah bencana, azab dan sengsara.

Kemudian terlahir dari buku-buku itu,
tinta-tinta penulis yang tajam mengiris kalbu.
Memihak kemiskinan, memeluk kerakyatan,
mengintimidasi penindasan.
Tumbuh menjadi tinta emas,
yang tiap kata-kata tergores menjadi jutaan nafas
Tumbuh menjadi tinta perak,
yang tiap huruf terjalin menjadi jutaan rupiah berarak
Tumbuh menjadi tinta Tuhan,
yang tiap gagasan telah menjadi sumber penghasilan.
Tumbuh menjadi tinta uang,
yang tiap tertuang sesuai dengan standar orang-orang
Tumbuh menjadi tinta-tinta pencabut keadilan membawa kesengsaraan.

Kelahiran di negeriku adalah hampa, menambah angkara murka.

Kemudian terlahir dari kesengsaraan itu,
komunitas-komunitas haluan baru.
Membawa bendera rakyat menuju demokrasi,
dengan cita dan niat tulus suci.
Namun sekali lagi,
mereka tumbuh menjadi pengemis-pengemis kehormatan.
Hidup dalam kegilaan,kekecewaan, dan penindasan.

Kelahiran di negeriku adalah hampa,
usah kau pedulikan lagi air mani yang tumpah berjelanga bunda
Ibunda pertiwiku, ngeri nian membayangi hidup dalam keterpurukan.
Ibunda pertiwiku tertegun menatap masa depan,
anak-anaknya yang patah harapan.
Ibunda pertiwiku menjerit dalam heningnya malam,
terperangkap dalam panas matahari
Ibunda pertiwiku menatap masa depan yang kelam,
bagi anak-anaknya berbakti untuk negeri
Oh, ibu…

“Kulihat Ibu pertiwi, Sedang bersusah hati*
Air matanya berlinang, mas intan yang kau kenang
Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa

O ibu-ibu pertiwi, kami datang berbakti
Lihatlah putra-putrimu, menggembirakan ibu
Ibu kami tetap cinta, putramu yang setia
Menjaga harta pusaka, untuk nusa dan bangsa”

O Ibu, aku kini terlahir dalam dunia yang penuh murka
Kelahiranku akan membawa janji sumpah setia padamu
Untuk menjaga kehormatan namamu dalam sumpahku
Akan kubawa mutiara kalbumu menuju kejayaan Negara

Kelahiran di negeriku Indonesia bukan lagi membawa sampah dan bencana
Kelahiran di negeriku kini, adalah ketegaran yang bermuara dalam hati.
*Lirik Lagu Ibu Pertiwi
Oleh ; Fathul Qorib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar