Kota
Delapan puluh satu yang menginjak dahaga. Dahaga yang
melebihi nuansa haus. Setibanya kembung seketika, tubuh yang merenta. Tiada
lagi hasrat menjemput bahagia. Torehkan setiap laku sajak bertua, merdunya
tiada lagi mengubah rasa jadi nyata. Rasa jadi sikap. Sikap jadi biasa. Biasa
merasa nyata. Hari ini ada satu nyawa yang melayang mengikuti arus perubahan.
Tiada dampak pasti ‘kan menghenti laju. Semua mesti berubah. Semua pasti
berubah. Tiada telapak yang sama ‘kan membimbing. Tiada jejak yang sama
melangkah. Semua berubah sebagaimana mestinya. Kota.
Madura, 28 April 2012
Kejora
Lihat kejora yang berpapasan pada langit malam. Wajahnya
meraut luka yang mendalam. Bibirnya memaki matahari yang setiap hari berusaha mengejar
rembulan dan merengkuh dalam dekapnya. Rupanya dia lagi berduka, untuk
kasihnya, rembulan. Namun rembulan tidaklah benar-benar bersama mtahari. Hanya
seberkas bayangan. Rembulan itu tidak utuh. Hanya raga, tidak cintanya yang
hanya tertuju pada kejora. Karena mereka akan terus bersanding. Di sepertiga
malam pertama.
Madura, 28 April 2012
Sajak pada hujan
Dalam gerimis pagi hari, aku semat sebuah kelalaian jiwa
Dari temaramnya yang melepas hari tanpa nyata
Langit yang tertutup itu adalah payung yang tiada lagi mampu
menampung tetesan hujan pembawa bahagia
Di sinilah aku, menatap payung biru besar itu terjahit
kembali oleh tangan-tangan pengrajin surga. Di gang kumuh dalam deretan rumah
susun ibu kota.
Madura, 28 April 2012
Orang hilang
Ada orang hilang sewaktu pertandingan adu mulut di layar televisi.
Orang-orang mengarah pandang padaku. Orang baru dalam kumpulan penghuni lama. Itu
pandang orang yang kemarin menyambut dengan senyum dengan hidangan pelepas lelah.
Itu pandang orang yang mengajariku cara menghormati yang tua dan menyayangi
yang lebih muda.
Ada orang hilang di balik selimut putih ketika menutupi kasur.
Mereka sangka aku adalah pesulap yang mereka tonton tadi malam di televisi. Mereka
memaksa untuk mengembalikan orang itu pada keadaan semula. Lalu mereka akan
berkata,” kamu memang hebat”.
Ada orang hilang muncul di dalam kantong-kantong suara yang
kemarin kuberikan pada wakil-wakilku di gedung sana. Itu bukan salahku. Aku
hanya seorang pengikut setia.
Madura, 28 April 2012
Mendoa
Jika kata benar serupa doa yang mampu mengubah ketetapan
hati orang
Aku akan lebih sopan memaki orang yang selalu meghina di
belakangku
Dan berkata bahwa itu tidak baik dilakukan oleh manusia yang
punya akal dan nurani
Tidak dengan mengira-ngira siapa pelakunya, namun salah
Tentunya dia akan sadar dan menyesal
Jika kata benar serupa doa yang manjur
Aku akan lebih rendah diri untuk rakus dalam meminta nikmat
Merangkulnya dan membagi sesukanya
Dan akhirnya aku meminta lagi
Terus-menerus meminta sesuai hasrat
Madura, 28 April 2012
Data Penulis:
Yogi Gunawan, lahir
di Sumenep pada tanggal 28 Januari 1992. Saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi di Universitas Trunojoyo Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar